Perajin Sapu Sorgum Kewalahan Penuhi Permintaan Pasar Korea Selatan
PURBALINGGA, INFO – Perajin sapu berbahan baku tanaman sorgum di Purbalingga mengaku kewalahan memenuhi permintaan buyer di Korea Selatan. Perajin hanya mampu mengekspor dua kontainer dalam satu bulannya, sementara permintaan pasar Korea Selatan meminta hingga 20 kontainer per bulan. Dalam satu kontainer pengiriman berisi 15 ribu sapu. Salah satu kendala memenuhi pasar tersebut karena terbatasnya bahan baku berupa sorgum sapu (broom sorghum).
Kepala Bidang Industri pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Dinperindag) Purbalingga, Drs Agus Purhadi Satyo mengatakan, perajin sapu sorgum di Purbalingga, baru ada satu orang yakni Bambang Triono yang lokasi usahanya di Dusun Genting, Desa Karanggambas, Kecamatan Padamara. Perajin sapu lain di Purbalingga rata-rata masih menggunakan bahan baku rumput Gelagah (Saccharum spontaneum).
“Perajin sapu Bambang Triono dibawah bendera CV Rayung Pelangi, semula memang dominan memproduksi sapu berbahan rumput Gelagah, namun ia mampu melakukan inovasi dan mencari penetrasi pasar hingga ke Korea Selatan. Akhirnya, Bambang Triyono beralih memproduksi sapu berbahan sorgum,” kata Agus Purhadi Satyo, saat memandu peserta Safari Jurnalistik yang digelar Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) Purbalingga, di Desa Karanggambas, Kecamatan Padamara, Purbalingga, Sabtu (4/11).
Dikatakan Agus Purhadi, lahan pertanian rumput sorgum di Purbalingga masih sangat terbatas. Kebutuhan bahan baku masih didatangkan dari Kabupaten Pemalang dan Kabupaten Demak. CV Rayung Pelangi langsung bermitra dengan para petani di dua wilayah itu, selain para petani di Purbalingga. “Saat ini, untuk pasokan produksi sapu sorgum, setidaknya dari areal tanaman sorgum sapu seluas kurang lebih 15 hektar di tiga wilayah itu, termasuk di Purbalingga,” kata Agus Purhadi.
Jenis tanaman sorgum untuk bahan baku sapu memang berbeda dengan tanaman sorgum lain. Agus menjelaskan, berdasarkan pemanfaatannya, tanaman sorgum diklasifikasikan kedalam empat golongan yaitu sorgum biji (grain sorghum) yang digunakan sebagai makanan pokok di daerah tropis, sorgum manis (sorgo/sweet sorghum) yang digunakan sebagai bahan untuk pembuatan minuman beralkohol, sirup, etanol dan makanan ternak, sorgum sapu (broom sorghum) yang digunakan sebagai bahan industri sapu/sikat, dan sorgum rumput (grass sorghum) yang digunakan sebagai makanan ternak.
“Tanaman sorgum yang dibudidayakan untuk membuat sapu, merupakan broom sorghum yang usia tanamnya sekitar 50 – 60 hari sudah bisa dipanen,” kata Agus Purhadi Satyo.
Sementara itu, owner CV Rayung Pelangi, Bambang Triono (38) mengatakan, di Indonesia setidaknya ada empat tempat yang memproduksi sapu sorgum. Selain dari Purbalingga, tiga lokasi lain yakni di Kota Tegal, Gamping Yogyakarta, dan Bogor. Hasil produksi sapu yang dikerjakan menggunakan tangan (handmade) ke Jepang dan Korea Selatan. “Kami hanya mengirimkan ke Korea Selatan. Permintaannya saja, kami belum mau memenuhinya. Paling tidak, dalam sebulan hanya mengirim dua kontainer atau sekitar 30 ribu buah sapu,” kata Bambang Triono.
Triono mengaku, sapu sorgum yang diproduksi dan dikirim ke Korea tidak menggunakan label CV Rayung Pelangi. Ada lima buyer di Koera Selatan yang dipasok sapu sorgum, dan kelimanya menggunakan merk yang berbeda-beda, meski diproduksi dari satu tempat di Purbalingga. Harga per buah sapu sorgum yang dikirim dari Indonesia US $ 1,5. Harga ini berdasar informasi yang diterima Bambang Triono, naik hingga lima kali lipatnya. Sapu sorgum dari Purbalingga, kemudian dikemas lagi lebih menarik dan diberi label merk oleh buyer dari Korea Selatan.
“Kami mencari praktisnya, setelah sapu selesai dibuat, langsung kami kirim ke buyer di Korea Selatan. Kami tidak berpikir untuk membuat merk sendiri yang laku di pasaran Korea Selatan,” kata Bambang Triono.
Komentar Terbaru