Perajin Kasur Lantai Banjarkerta Kekurangan Bahan Baku Kain

PURBALINGGA, INFO – Para perajin kasur lantai di Desa Banjarkerta, Kecamatan Karanganyar, Purbalingga, mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku kain. Bahan baku tersebut merupakan kain yang diimpor dari Tiongkok. Sementara untuk bahan baku pengisi kasur seperti kapuk randu,  higet (awul-awul) dan silikon masih mudah didapat. Bakan baku pengisi itu didatangkan dari lokal dan Jakarta.

            “Saat ini, ibaratnya menjadi titik terendah kondisi para perajin kasur.  Permintaan terus meningkat, tetapi bahan baku kain kasur justru kekurangan. Informasi yang kami dapat, impor kain dari Tiongkok mengalami kendala prosedur,” kata  Edy Purnomo (50), salah satu perajin di sentra produksi kasur Desa Banjarkerta, Kecamatan Karanganyar, Purbalingga, Sabtu (18/11).

            Dikatakan Edy, pasokan bahan baku kain kasur saat ini tidak bisa dipastikan. Jika ada kiriman 1.000 rol saja, dalam dua hari akan habis digunakan untuk membuat produksi kasur. Setiap rol kain kasur, seharga Rp 470 ribu. “Kami yang membeli bahan baku kain dari importir, dan selanjutnya beberapa perajin lain mengambil ke kami. Jika mendapat 1.000 rol saja, dalam dua hari sudah habis,” kata Edy Purwoko.

            Sedang untuk bahan baku pengisi kasur, semuanya didatangkan dari lokal saja. Seperti kapuk randu dari Kabupaten Kendal, bahan baku silikon dari Solo, dan higet dari Jakarta. Untuk bahan baku higet, merupakan sisa limbah kain perca dan kemudian diolah lagi menjadi bagian yang kecil-kecil menyerupai kapas. “Limbah kain perca, kami datangkan dari jakarta, dan selanjutnya digiling menjadi bagian yang lebih kecil. Tempat penggilingan ada di Desa Kasih, Kecamatan Karanganyar, yang merupakan tetangga desa kami,” kata Edy yang memulai usaha kasur pada tahun 2005 setelah di-PHK massal pada tahun 1998 dari PT Federal Jakarta.

Untuk harga satu buah kasur, lanjut Edy, tergantung dari bahan baku yang dipakai. Untuk kasur ukuran 140 cm x 180 cm, kasur bahan baku silikon dihargai Rp 150 ribu. Kasur dengan ukuran yang sama berbahan baku higet seharga Rp 55 ribu, sedang kasur lantai berbahan kapuk randu dihargai Rp 130 ribu. Produksi kasur itu dengan label merk ‘Kelinci’ untuk kasur berbahan higet, merk Rusa untuk kasur berbahan baku kapuk randu, dan merk Mutiara untuk kasur berbahan baku silikon.

Edy yang memulai usaha dengan berjualan kasur keliling menambahkan, karena kesulitan mendapat bahan baku kain kasur, maka saat ini jumlah karyawannya juga dikurangi. Jika bahan baku tersedia banyak, dan permintaan melimpah, jumlah karyawan yang dipekerjakan bisa mencapai 50 orang. Namun, saat ini hanya memperkerjakan antara 5 – 10 orang. Untuk ongkos pekerjaan membuat kasur, juga tergantung bahan baku yang dipakai. Rata-rata ongkos pembuatan per kasur Rp 4.000 hingga Rp 5.000 per buah. “Setiap hari, satu orang pekerja rata-rata bisa membuat kasur antara 7 – 10 buah,” kata Edy.

Untuk pemasaran, Edy tak pernah mengalami kesulitan. Para pedagang biasanya datang sendiri untuk mengambilnya antara 10 – 20 kasur. Mereka memasarkannya ke dalam kota dna luar kota. Edy sendiri hanya memasok rutin ke toko di Kota Banjar Jawa Barat dan Kebumen Jateng.  “Pedagang lain yang mengambil ke kami, rata-rata memasarkannya hingga ke kota-kota besar di Jateng, jabar dan Jakarta,” ujar Edy.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.